Jumat, 07 Januari 2011

Teacher????

Sekolah Sebagai Pembentuk Karakter

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang memiliki jenjang dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Pengertian sekolah secara luas dapat juga diartikan sebagai lembaga pendidikan baik formal maupun non formal. Sekolah sebagai lembaga tempat mendidik harusnya menjalankan peran dengan maksimal. Dalam artian lembaga pendidikan harusnya menjadi payung dan penanggung jawab atas moral dan intelegensi masyarakat. Memang lembaga pendidikan tidak mungkin bisa menjadi penanggung jawab satu-satunya atas bobroknya moral dan intelegensi masyarakat. Tapi, setidaknya dengan memaksimalkan peran utama dari sekolah, tentunya banyak harapan yang bisa muncul.
Terdapat beberapa fakta dimana sekolah tidak menerima murid dengan latar belakang hitam. Alasannya hanya demi menjaga nama baik sekolah. sungguh tragis ditengah mundurnya kualitas masyarakat. Sekolah malah sibuk menjaga nama baik..!...segenap elemen pelaksana pendidikan sekolah harus sadar, bahwa sekolah adalah tempat untuk memberikan input tehadap peserta didiknya. Dalam artian peserta didik entah berlatar belakang hitam atau berlatar belakang apapun jangan dipilah-pilah, semuanya berhak menerima pendidikan dan bimbingan..!...sekolah sekarang hanya jadi simbol pendidikan. Tapi tidak menerapkan pendidikan dengan sesungguhnya.
Pelaksana pendidikan (guru) pun ada yang sebagiannya tidak lagi mementingkan berapa banyak materi yang diberikan mampu untuk diserapkan peserta didiknya. Sehingga terjadilah metode pembelajaran yang berbasis pada murid. Akibatnya jelas, sekolah hanya jadi penghasil manusia “pengejar” ijazah. Pembentukan karakter manusia mulia sulit lagi untuk direalisasikan. Meski faktanya tragis tapi mulai bermunculan kembali harapan. Penulis menemukan beberapa sekolah yang tergolong “rendahan” tanpa label terakreditasi A. Bayangkan kepala sekolahnya mampu merangkul anak-anak dipinggiran untuk kembali sekolah dan yang lebih menakjubkan tanpa dibebani sepeserpun bayaran!!!..harusnya sekolah lain mau instrospeksi kedalam tentang fungsi utama dalam penyelenggaraan pendidikan. Sehingga akan muncul kembali para murid dari ketulusan tangan seorang guru.... (http://funlimeted.blogspot.com)

Refleksi

jangan harap semuanya akan tercapai begitu mudahnya tanpa sebuah pengorbanan
dan kenapa semua kebahagiaan harus disertai dengan sebuah perjuangan dan pengorbanan yang besar????
tak bisa serta meta kita menyalahkan keadaan yang kita alami sekarang ini, ini bukan suatu keadaan yang perlu diratapi apalagi ditangisi...................
mungkin kita sering menutup mata atas apa yang ada disekitar kita...kepekaan kita tak pernah kebal dan terusik atas segala kejanggalan-kejanggalan yang pada akhirnya kita anggap sebagai sesuatu yang biasa...
lalu....memang pantas kita katakan para 'Bedebah"???????

Kamis, 06 Januari 2011

Wajah pendidikan Indonesia

Dalam amanat pembukaan UUD 1945 yang sering kita dengar di tiap upacara, jelas di dalamnya terdapat amanat untuk "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa". dalam hal ini pendidikan menjadi pelopor utama dalam mewujudkan cita-cita bangsa ini. Pendidikan merupakan media strategis dalam memacu kualitas sumber daya manusia. Namun, pendidikan di tanah air sampai saat ini masih terus menimbun berbagai masalah. Meskipun berganti aparat birokrat dan orde pemerintahan, dunia pendidikan tak kunjung lepas dari permasalahan klasik baik menyangkut kualitas, daya jangkau masyarakat terhadap pendidikan, budi pekerti siswa, minimnya anggaran pendidikan yang disediakan pemerintah hingga minimnya minat belajar siswa.Kualitas pendidikan kita pun masih terpuruk. Melihat realitas pendidikan Indonesia saat ini sama dengan menangis, semuanya hanya melahirkan kisah sedih sampai hari ini. Tapi kalau kita sedih namum tidak menggugah kita melakukan sesuatu, maka tangisan generasi berikutnya adalah tangisan “berdarah” dan kita seharusnya disebut sebagai angkatan biadab yang tidak melakukan perbaikan apapun di negeri ini. Momentum hari pendidikan nasional tiap tahunnya segogyanya tidak hanya sebuah ritual yan wajib diperingati, tapi juga harus di maknai, yag di dasarkan pada perubahan dan kemajuan. Jangan jadi pendidikan ini sebagai bahan jual-beli, karna pendidikan bukan komoditi dagang, tak sepatutnya pula pendidikan menjadi sebuah tembok besar penghalang antara si kaya dan si miskin.......masihkah wajah ini tetap diperlihatkan dengan segala kesenduan yag ada???

Sabtu, 23 Oktober 2010

Pendidikan Pembebasan

PENDIDIKAN SEBAGAI PROGRAM PEMBEBASAN

 Pendidikan pembebasan, secara konseptual sering di kaitkan dengan upaya-upaya atau program-program pendidikan berbasis rakyat yang dikaitkan dengan program pendidikan sebagaimana dicanangkan oleh Paulo Freire dan Ivan Illich di Amerika Latin. Dr. Paulo Freire adalah seorang cendekiawan Katolik di Brazilia, yang membuat konsepsi bahwa pendidikan yang dibutuhkan sekarang adalah pendidikan yang menjadikan manusia sebagai sentral bagi perubahan sosial, bahkan mampu mengarahkan dan mengendalikan perubahan itu.
Pendidikan yang berguna adalah pendidikan yang menyadarkan sikap kritis terhadap dunia dan kemudian mengarahkan perubahannya. Dalam menghadapi dunia, pendidikan diarahkan tidak hanya pada kemampuan retorika yang bersifat verbal, akan tetapi juga mengarah kepada pendidikan kelakuan yang bertumpu pada kemampuan profesional. Untuk memiliki kemampuan itu tentunya harus dirangsang sikap kritis terhadap kenyataan-kenyataan di sekelilingnya dan berbekal dengan sikap kritis itu -melalui debat dan diskusi- akan ditemukan berbagai yang dialaminya sendiri dan masyarakatnya. Dari self empowerment ke social empowerment.
Menurutnya, kurikulum pendidikan di Brazilia lebih didominasi oleh pola pendidikan tradisional yang mengedepankan uraian verbal dan hafalan ketimbang kemampuan praktik yang merangsang profesionalisme. Akibatnya, dunia pendidikan lebih banyak menghsilkan retorika atau ungkapan-ungkapan verbal daripada mencermati kenyataan-kenyataan sosial dan kemudian mengubahnya melalui kemampuan yang dimilikinya.
Senada dengan ini adalah konsep Ivan Illich mengenai deschooling society. Pemikiran ini muncul sebagai reaksi atas model pendidikan kapitalistik yang lebih mengedepankan kekayaan wawasan atau pengetahuan dengan lebih sedikit menyentuh dimensi ketrampilan atau kemampuan praktis. Baginya, pendidikan yang lebih mengedepankan wawasan atau pengetahuan alih-alih perilaku atau ketrampilan hanya akan menghasilkan manusia-manusia yang menjadi obyek perubahan sosial daripada subyek perubahan sosial.
Pendidikan seharusnya menjadi instrumen bagi self empowerment, yang bertujuan membebaskan manusia dari belenggu penindasan dan pengibirian manusia atas manusia lainnya. manusia yang memiliki kebebasan ditandai dengan adanya kemampuan dirinya untuk memaksimalkan potensi dirinya dalam kehidupan yang dijalaninya. Sebagai seorang pakar dibidang pengembangan masyarakat, Ivan Illich melihat bahwa out come pendidikan adalah generasi yang memiliki sikap tergantung dan bukan mandiri. Ketergantungan itu salah satunya disaranai oleh pendidikan model kapitalistik, yang baginya sangat merugikan bagi proses pemberdayaan diri dan masyarakat.
Jika kemudian kita mengadopsi pola pendidikan berbasis rakyat, sebagaimana diungkapkan oleh tokoh-tokoh pendidikan di Amerika Latin, hakikatnya bukan karena kita latah, akan tetapi senyatanya bahwa model-model pendidikan yang digunakan di Indonesia juga ditandai dengan pengkayaan dimensi pengetahuan ketimbang pendidikan perilaku yang mengarah kepada penguasaan suatu bidang yang dapat menjadi penguat dalam memasuki dunia pekerjaan.
Problemnya adalah program pendidikan di Indonesia memang belum memiliki relevansi yang sangat kuat dengan program pendidikan sebagaimana didesain oleh para praktisi pendidikan pembebasan. Dalam banyak hal, pendidikan Indonesia masih didesain sebagai model pendidikan yang lebih menekankan pada dimensi pengetahuan atau knowledge. Akan tetapi yang masih tampak mengedepan adalah penerapan pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek pengetahuan teoretik atau konseptual. Sehingga dimensi praksis agar pendidikan dapat menjadikan out putnya memiliki seperangkat keterampilan praksis masih jauh dari harapan.
Memang akhir-akhir ini sudah dirasakan adanya fenomena untuk mengangkat out put pendidikan ke arah pemilikan pengatahuan praksis. Di antaranya adalah sekolah-sekolah yang didirikan oleh Ciputra Group. Sayangnya bahwa lembaga ini nampak sangat elitis, sehingga yang bisa belajar ke arah itu hanyalah sekelompok elit yang memang memiliki kemampuan secara finansial.
Seharusnya, model pembelajaran yang dilakukan oleh sekolah enterprenership yang dikembangkan oleh Ciputra ini justru diadaptasi oleh pemerintah atau lembaga lain yang selama ini memiliki konseren dalam program pembelajaran berbasis pada pembebasan. Melalui adopsi model tersebut, kiranya akan didapatkan suatu perubahan tentang praksis pendidikan yang lebih mengarah pada kemampuan teknis ketimbang teoretis.
Hanya melalui program pendidikan yang berbasis pembekalan pengetahuan praksis saja maka pendidikan akan dapat menjadi salah satu model yang lebih tepat untuk mengembangkan modal manusia atau human capital.
Wallahu a’lam bi al shawab.